Manajemen Kualitas Air untuk Budidaya Ikan
Media
budidaya ikan merupakan suatu tempat hidup bagi ikan untuk tumbuh dan
berkembang yaitu air. Air yang dapat digunakan sebagai budidaya ikan
harus mempunyai standar kuantitas dan kualitas yang sesuai dengan
persyaratan hidup ikan. Air yang dapat digunakan sebagai media hidup
ikan harus dipelajari agar ikan sebagai organisme air dapat
dibudidayakan sesuai kebutuhan manusia sebagai sumber bahan pangan yang
bergizi dan relatif harganya murah. Air yang dapat memenuhi kriteria
yang baik untuk hewan dan tumbuhan tingkat rendah yaitu plankton sebagai
indikator paling mudah bahwa air tersebut dapat digunakan untuk
budidaya ikan.
Hal ini dikarenakan organisme ini
merupakan produsen primer sebagai pendukung kesuburan perairan. Oleh
karena itu kondisi perairan/ air harus mampu menyiapkan kondisi yang
baik, terutama untuk tumbuhan tingkat rendah (Fitoplankton) dalam proses
asimilasi sebagai sumber makanan hewan terutama ikan. Secara umum air
sebagai lingkungan hidup mempunyai sifat fisik, sifat kimia dan sifat
biologi. Agar dapat melakukan pengelolaan kualitas air dalam budidaya
ikan maka harus dipahami ketiga parameter kualitas air yang sangat
menentukan keberhasilan suatu budidaya ikan. Dalam bab ini akan dibahas
tentang kuantitas air dalam hal ini sumber air yang dapat digunakan
untuk kegiatan budidaya, parameter kualitas air yang akan sangat
menentukan keberhasilan suatu usaha budidaya ikan dan bagaimana cara
melakukan pengukuran terhadap parameter kualitas air tersebut agar dapat
selalu dipantau perubahan kualitas air dalam wadah budidaya ikan.
A. Parameter Kualitas Air
a. Sifat Fisik
1. Kepadatan (density/berat jenis)
Pada suhu 4 oC-(3,95oC ) air murni mempunyai kepadatan yang maksimum yaitu 1 (satu), sehingga kalau suhu air naik, lebih tinggi dari 4oC kepadatan/berat jenisnya akan turun, demikian juga kalau suhunyanlebih rendah dari 4oC.
Sifat air yang demikian itu, maka akan terjadi pelapisan-pelapisan suhu
air pada danau atau perairan dalam, yaitu pada lapisan dalam suatu
perairan suhu air makin rendah dibanding pada permukaan air. Akan
tetapi bila air membeku jadi es, es tersebut akan terapung. Akibat dari
sifat tersebut akan menimbulkan pergolakan/perpindahan massa air dalam
perairan tersebut, baik secara vertikal maupun horizontal. Sifat air ini
mengakibatkan pada perairan di daerah yang beriklim dingin yang membeku
perairannya hanya pada bagian atasnya saja sedangkan pada bagian
bawahnya masih berupa cairan sehingga kehidupan organisme akuatik masih
tetap berlangsung. Selain itu keuntungan adanya gerakan air ini dapat
mendistribusikan/ menyebarkan berbagai zat ke seluruh perairan, sebagai
sumber mineral bagi fitoplankton dan fitoplankton sebagai makanan ikan
maupun hewan air lainnya.
Dasar perairan adalah merupakan akumulasi
pengendapan mineral-mineral yang merupakan persediaan “nutrient” yang
akan dimanfaatkan oleh mahluk hidup (yang pada umumnya tinggal didaerah
permukaan air karena mendapatkan sinar matahari yang cukup). Pada
perairan yang oligotrof (cukup banyak mengandung mineral), aliran
vertikal tidak banyak membawa keberuntungan, justru sebaliknya dapat
mengendapkan mineral-mineral yang datang dari tempat lain kedasar
perairan, mineral-mineral tersebut akan di absorbsi oleh dasar perairan
.Sedangkan kerugian adanya aliran air ini adalah terutama aliran air
yang vertikal sering menimbulkan “upwelling” pada danau-danau, sehingga
menyebabkan keracunan dan kematian ikan secara masal. Hal ini disebabkan
kondisi air yang anaerob (oksigen rendah) dan zat-zat beracun dari
dasar perairan akan naik kepermukaan air.
2. Kekentalan ( Viscosity )
Molekul-molekul air mempunyai daya saling
tarik menarik, kalau daya saling tarik menarik tersebut mengalami
gangguan karena adanya benda yang bergerak dalam air seperti benda
tenggelam, maka akan timbul gesekan-gesekan yang disebut dengan “gesekan
intern dalam air“/ Viscosity. Menurut kesepakatan para ahli fisika,
pada suhu 0oC, kekentalan air murni mempunyai nilai yang
terbesar, dan ditandai dengan angka 100. Makin naik suhunya, makin
berkurang kekentalannya. Setiap kenaikan suhu 1oC terjadi penurunan viscosity 2%, hingga pada suhu 25oC viscositas turun menjadi setengahnya dari nilai viscosity pada suhu 0oC.
Viscosity ini akan berpengaruh terhadap proses pengendapan jasad renik
(plankton), zat-zat dan benda-benda yang melayang di dalam air.
3. Tegangan Permukaan
Molekul-molekul air mempunyai daya saling
tarik menarik terhadap molekul-molekul yang ada. Dalam fase cair daya
tarik menarik masih sedemikian besarnya, sehingga molekul-molekul zat
cair masih mempunyai daya “Kohesi “. Daya tarik menarik molekul air ini
terjadi ke segala penjuru, sedang dipermukaan hanya terjadi gaya tarik
menarik kesamping dan kedalam saja dan sifat itu yang menyebabkan
timbulnya tegangan permukaan. Akibat adanya tegangan permukaan, maka
binatang dan tumbuhan yang ringan, seperti kimbung akar dapat berjalan
diatas permukaan air, ada juga plankton yang menggantung dibawah
permukaan air.
4. Suhu Air
Air sebagai lingkungan hidup organisme
air relatif tidak begitu banyak mengalami fluktuasi suhu dibandingkan
dengan udara, hal ini disebabkan panas jenis air lebih tinggi daripada
udara. Artinya untuk naik 1oC, setiap satuan volume air
memerlukan sejumlah panas yang lebih banyak dari pada udara. Pada
perairan dangkal akan menunjukkan fluktuasi suhu air yang lebih besar
dari pada perairan yang dalam. Sedangkan organisme memerlukan suhu yang
stabil atau fluktuasi suhu yang rendah. Agar suhu air suatu perairan
berfluktuasi rendah maka perlu adanya penyebaran suhu. Hal tersebut
tercapai secara sifat alam antara lain;
- Penyerapan (absorbsi) panas matahari pada bagian permukaan air.
- Angin, sebagai penggerak permindahan massa air.
- Aliran vertikal dari air itu sendiri, terjadi bila disuatu perairan (danau) terdapat lapisan suhu air yaitu lapisan air yang bersuhu rendah akan turun mendesak lapisan air yang bersuhu tinggi naik kepermukaan perairan. Selain itu suhu air sangat berpengaruh terhadap jumlah oksigen terlarut didalam air. Jika suhu tinggi, air akan lebih lekas jenuh dengan oksigen disbanding dengan suhunya rendah. Suhu air pada suatu perairan dapat dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam satu hari, penutupan awan, aliran dan kedalaman air. Peningkatan suhu air mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatisasi serta penurunan kelarutan gas dalam air seperti O2, CO2, N2, CH4 dan sebagainya. Kisaran suhu air yang sangat diperlukan agar pertumbuhan ikan-ikan pada perairan tropis dapat berlangsung berkisar antara 25oC – 32oC. Kisaran suhu tersebut biasanya berlaku di Indonesia sebagai salah satu negara tropis sehingga sangat menguntungkan untuk melakukan kegiatan budidaya ikan.
Suhu air sangat berpengaruh terhadap
proses kimia, fisika dan biologi di dalam perairan, sehingga dengan
perubahan suhu pada suatu perairan akan mengakibatkan berubahnya semua
proses di dalam perairan. Hal ini dilihat dari peningkatan suhu air maka
kelarutan oksigen akan berkurang. Dari hasil penelitian diketahui bahwa
peningkatan 10oC suhu perairan mengakibatkan meningkatnya
konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2–3 kali lipat, sehingga
kebutuhan oksigen oleh organisme akuatik itu berkurang. Suhu air yang
ideal bagi organisme air yang dibudidayakan sebaiknya adalah tidak
terjadi perbedaan suhu mencolok antara siang dan malam (tidak lebih dari
5oC) . Pada perairan yang tergenang yang mempunyai kedalaman
air minimal 1,5 meter biasanya akan terjadi pelapisan (stratifikasi)
suhu. Pelapisan ini terjadi karena suhu permukaan air lebih tinggi
disbanding dengan suhu air dibagian bawahnya.
Stratifikasi suhu pada
kolom air dikelompokkan menjadi tiga yaitu pertama lapisan epilimnion
yaitu lapisan sebelah atas perairan yang hangat dengan penurunan suhu
relatif kecil (dari 32oC menjadi 28oC). Lapisan kedua disebut dengan lapisan termoklin yaitu lapisan tengah yang mempunyai penurunan suhu sangat tajam (dari 28oC menjadi 21oC ).
Lapisan ketiga disebut lapisan
hipolimnion yaitu lapisan paling bawah dimana pada lapisan ini perbedaan
suhu sangat kecil relatif konstan. Stratifikasi suhu ini terjadi karena
masuknya panas dari cahaya matahari kedalam kolom air yang
mengakibatkan terjadinya gradien suhu yang vertikal. Pada kolam yang
kedalaman airnya kurang dari 2 meter biasanya terjadi stratifikasi suhu
yang tidak stabil. Oleh karena itu bagi para pembudidaya ikan yang
melakukan kegiatan budidaya ikan kedalaman air tidak boleh lebih dari 2
meter. Selain itu untuk memecah stratifikasi suhu pada wadah budidaya
ikan diperlukan suatu alat bantu dengan menggunakan aerator/blower/
kincir air. Berdasarkan hasil penelitian suhu air sangat berpengaruh
terhadap respon ikan dalam mengkonsumsi pakan yang diberikan selama
berlangsung kegiatan budidaya.
5. Kecerahan dan kekeruhan air
Kecerahan dan kekeruhan air dalam suatu
perairan dipengaruhi oleh jumlah cahaya matahari yang masuk kedalam
perairan atau disebut juga dengan intensitas cahaya matahari. Cahaya
matahari di dalam air berfungsi terutama untuk kegiatan asimilasi
fito/tanaman didalam air,. Oleh karena itu daya tembus cahaya kedalam
air sangat menentukan tingkat kesuburan air. Dengan diketahuinya
intensitas cahaya pada berbagai kedalaman tertentu, kita dapat
mengetahui sampai dimanakah masih ada kemungkinan terjadinya proses
asimilasi didalam air. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan
dan pengukuran cahaya sinar matahari didalam air dapat dilakukan dengan
menggunakan lempengan/kepingan Secchi disk. Satuan untuk nilai kecerahan
dari suatu perairan dengan alat tersebut adalah satuan meter. Jumlah
cahaya yang diterima oleh phytoplankton diperairan asli bergantung pada
intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam permukaan air dan daya
perambatan cahaya didalam air. Masuknya cahaya matahari kedalam air
dipengaruhi juga oleh kekeruhan air (turbidity). Sedangkan kekeruhan
menggambarkan tentang sifat optic yang ditentukan berdasarkan banyaknya
cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat
didalam perairan.
Definisi yang sangat mudah adalah
kekeruhan merupakan banyaknya zat yang tersuspensi pada suatu perairan.
Hal ini menyebabkan hamburan dan absorbsi cahaya yang datang sehingga
kekeruhan menyebabkan terhalangnya cahaya yang menembus air.
Faktor-faktor kekeruhan air ditentukan oleh:
a. Benda-benda halus yang disuspensikan (seperti lumpur sb)
b. Jasad-jasad renik yang merupakan plankton
c. Warna air (yang antara lain
ditimbulkan oleh zat-zat koloid berasal dari daun-daun tumbuhan yang
terekstrak)
Faktor-faktor ini dapat menimbulkan warna dalam air.
Pengukuran kekeruhan suatu perairan dapat dilakukan dengan menggunakan
alat yang disebut dengan Jackson Candler Turbidimeter dengan satuan unit
turbiditas setara dengan 1 mg/l SiO2. Satu unit turbiditas Jackson
Candler Turbidimeter dinyatakan dengan satuan 1 JTU (Jackson Turbidity
Unit). Air yang dapat digunakan untuk budidaya ikan selain harus jernih
tetapi tetap terdapat plankton.
Air yang sangat keruh tidak dapat
digunakan untuk kegiatan budidayan ikan, karena air yang keruh dapat
menyebabkan :
a. Rendahnya kemampuan daya ikat oksigen
b. Berkurangnya batas pandang ikan
c. Selera makan ikan berkurang, sehingga efisiensi pakan rendah
d. Ikan sulit bernafas karena insangnya tertutup oleh partikel-partikel lumpur
6. Salinitas
Salinitas adalah konsentrasi dari total
ion yang terdapat didalam perairan. Pengertian salinitas yang sangat
mudah dipahami adalah jumlah kadar garam yang terdapat pada suatu
perairan. Hal ini dikarenakan salinitas ini merupakan gambaran tentang
padatan total didalam air setelah menjadi oksida, semua bromida dan
iodida digantikan oleh chlorida dan semua bahan organik telah
dioksidasi. Pengertian salinitas yang lainnya adalah jumlah segala macam
garam yang terdapat dalam 1000 gr air contoh. Garam-garam yang ada di
air payau atau air laut pada umumnya adalah Na, Cl, NaCl, MgSO4 yang
menyebabkan rasa pahit pada air laut, KNO3 dan lainlain. Salinitas dapat
dilakukan pengukuran dengan menggunakan alat yang disebut dengan
Refraktometer atau salinometer. Satuan untuk pengukuran salinitas adalah
satuan gram per kilogram (ppt) atau promil (o/oo). Nilai salinitas
untuk perairan tawar biasanya berkisar antara 0–5 ppt, perairan payau
biasanya berkisar antara 6–29 ppt dan perairan laut berkisar antara
30–35 ppt.
b. Sifat Kimia
1. Oksigen
Semua makhluk hidup untuk hidup sangat
membutuhkan oksigen sebagai faktor penting bagi pernafasan. Ikan sebagai
salah satu jenis organisme air juga membutuhkan oksigen agar
prosesmetabolisme dalam tubuhnya berlangsung. Oksigen yang dibutuhkan
oleh ikan disebut dengan oksigen terlarut. Oksigen terlarut adalah
oksigen dalam bentuk terlarut didalam air karena ikan tidak dapat
mengambil oksigen dalam perairan dari difusi langsung dengan udara.
Satuan pengukuran oksigen terlarut adalah mg/l yang berarti jumlah mg/l
gas oksigen yang terlarut dalam air atau dalam satuan internasional
dinyatakan ppm (part per million). Air mengandung oksigen dalam jumlah
yang tertentu, tergantung dari kondisi air itu sendiri, beberapa proses
yang menyebabkan masuknya oksigen ke dalam air yaitu:
- Diffusi oksigen dari udara ke dalam air melalui permukannya, yang terjadi karena adanya gerakan molekul-molekul udara yang tidak berurutan karena terjadi benturan dengan molekul air sehingga O2 terikat di dalam air. Proses diffusi ini akan selalu terjadi bila pergerakan air yang mampu mengguncang oksigen, karena kandungan O2 didalam udara jauh lebih banyak. Menurut penelitian, air murni 1000 cc pada suhu kamar mengandung 7 cc O2, sedangkan udara murni suhu pada kamar mengundang 210 cc O2. Dari gambaran tersebut, maka air relatif mudah melepaskan O2 ke udara. Dari imbangan tersebut di atas dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut: Tercapainya imbangan O2 di air dan di udara, tergantung dari jumlah molekul-molekul zat (garam-garam) yang larut dalam air (dalam satuansatuan tertentu), sebab jumlah tersebut yang menentukan kemungkinan terbentuknya molekul-molekul dan menentukan pula jumlah banyaknya molekul-molekul gas yang meninggalkan air lagi. Air yang mengandung garam-garam pada kadar O2 yang rendah saja sudah dapat seimbang dengan udara lebih cepat, bila di bandingkan dengan air suling. Kemungkinan bertubrukan molekul air di tentukan oleh suhu air. Makin tinggi suhu air,makin rendah jumlah oksigen yang dapat di,kandung/ di ikat oleh air. Artinya; jika suhu air tinggi, maka air itu dengan kadar oksigen yang rendah saja,sudah dapat seimbang dengan udara, sehingga penambahan oksigen lebih lanjut tidak akan meningkatkan oksigen terlarut dalam air. Dalam kegiatan budidaya ikan sifat tersebut penting artinya, terutama dalam pengangkutan ikan hidup, pemeliharaan ikan di akuarium, atau pemeliharaan ikan secara tertutup pada Recyle Sistem. Pada pengangkutan ikan sebaiknya dilakukan pada pagi/sore hari waktu suhu udara masih relatif rendah, sehingga goncangan airnya yang akan mampu meningkatkan difusi 02 kedalam air. Pada pemeliharaan ikan diakuarium atau pada tempat yang terbatas, pemberian lampu, yang mengakibatkan suhu air meningkat, akan menurunkan kemampuan air mengikat.
- Di perairan umum, pemasukan oksigen ke dalam air terjadi karena air yang masuk sudah mengandung oksigen, kecuali itu dengan aliran air, mengakibatkan gerakan air yang mampu mendorong terjadinya proses difusi oksigen dari udara ke dalam air.
- Hujan yang jatuh,secara tidak langsung akan meningkatkan O2 di dalam air, pertama suhu air akan turun, sehingga kemampuan air mengikat oksigen meningkat, selanjutnya bila volume air bertambah dari gerakan air, akibat jatuhnya air akan mampu meningkatkan O2 di dalam air.
- Proses Asimilasi tumbuh-tumbuhan. Tanaman air yang seluruh batangnya ada di dalam air di waktu siang akan melakukan proses asimilasi, dan akan menambah O2 di dalam air. Sedangkan pada malam hari tanaman tersebut menggunakan O2 yang ada di dalam air. Pengambilan air O2 di dalam air disebabkan oleh:
- Proses pernafasan binatang dan tanaman air.
- Proses pembongkaran (menetralisasi) bahan-bahan organik.
- Dasar perairan yang bersifat mereduksi, dasar demikian hanya dapat di tumbuhi bakteri yang anaerob saja, yang dapat menimbulkan hasil pembakaran. Menurut Brown (1987) peningkatan suhu 1o C akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10%. Hubungan antara oksigen terlarut dan suhu dapat dilihat pada Tabel 3.2. yang menggambarkan bahwa semakin tinggi suhu, kelarutan oksigen semakin berkurang. Kadar oksigen terlarut dalam suatu wadah budidaya ikan sebaiknya berkisar antara 7 – 9 ppm. Konsentrasi oksigen terlarut ini sangat menentukan dalam akuakultur. Kadar oksigen terlarut dalam wadah budidaya ikan dapat ditentukan dengan dua cara yaitu dengan cara titrasi atau dengan menggunakan alat ukur yang disebut dengan DO meter (Dissolved Oxygen).
2. Karbondioksida
Karbondioksida merupakan salah satu
parameter kimia yang sangat menentukan dalam kegiatan budidaya ikan.
Karbondioksida yang dianalisis dalam kegiatan budidaya adalah
karbondioksida dalam bentuk gas yang terkandung di dalam air. Gas CO2
memegang peranan sebagai unsur makanan bagi semua tumbuhan yang
mempunyai chlorophil, baik tumbuh-tumbuhan renik maupun tumbuhan tingkat
tinggi. Sumber gas CO2 didalam air adalah hasil pernafasan oleh
binatang-binatang air dan tumbuhtumbuhan serta pembakaran bahan organik
didalam air oleh jasad renik. Bagian air yang banyak mengandung CO2
adalah didasar perairan, karena ditempat itu terjadi proses pembakaran
bahan organik yang cukup banyak. Untuk kegiatan asimilasi bagi
tumbuh-tumbuhan, jumlah CO2 harus cukup, tetapi bila jumlah CO2
melampaui batas akan kritis bagi kehidupan binatang binatang air.
Pengaruh CO2 yang terlalu banyak tidak saja terhadap perubahan pH air,
tetapi juga bersifat racun. Dengan meningkatnya CO2, maka O2 dalam air
juga ikut menurun, sehingga pada level tertentu akan berbahaya bagi
kehidupan binatang air. Kadar CO2 yang bebas didalam air tidak boleh
mencapai batas yang mematikan (lethal), pada kadar 20 ppm sudah
merupakan racun bagi ikan dan mematikan ikan jika kelarutan oksigen
didalam air kurang dari 5 ppm (5 mg/l). CO2 yang digunakan oleh organism
dalam air, mula-mula adalah CO2 bebas, bila yang bebas sudah habis, air
akan melepaskan CO2 yang terikat dalam bentuk Calsiumbikarbonat maupun
Magnesium bikarbonat. Air yang banyak mengandung persediaan Calsium atau
Magnesium bikarbonat dalam jumlah yang cukup, mempunyai kapasitas
produksi yang baik.
3. pH Air
pH (singkatan dari “ puisance negative de
H “ ), yaitu logaritma negatif dari kepekatan ion-ion H yang terlepas
dalam suatu perairan dan mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan
organism perairan, sehingga pH perairan dipakai sebagai salah satu untuk
menyatakan baik buruknya sesuatu perairan. Pada perairan perkolaman pH
air mempunyai arti yang cukup penting untuk mendeteksi potensi
produktifitas kolam. Air yang agak basa, dapat mendorong proses
pembongkaran bahan organik dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat
diasimilasikan oleh tumbuhtumbuhan (garam amonia dan nitrat). Pada
perairan yang tidak mengandung bahan organik dengan cukup, maka mineral
dalam air tidak akan ditemukan. Andaikata kedalam kolam itu kemudian
kita bubuhkan bahan organik seperti pupuk kandang, pupuk hijau dsb
dengan cukup, tetapi kurang mengandung garam-garam bikarbonat yang dapat
melepaskan kationnya, maka mineral-mineral yang mungkin terlepas juga
tidak akan lama berada didalam air itu. Untuk menciptakan lingkungan air
yang bagus, pH air itu sendiri harus mantap dulu (tidak banyak terjadi
pergoncangan pH air). Ikan rawa seperti sepat siam (Tricogaster pectoralis), sepat jawa (Tricogaster tericopterus ) dan ikan gabus dapat hidup pada lingkunganmpH air 4-9, untuk ikan lunjar kesan pH 5-8 ,ikan karper (Cyprinus carpio)
dan gurami, tidak dapat hidup pada pH 4-6, tapi pH idealnya 7,2.
Klasifikasi nilai pH dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu : a. Netral :
pH = 7 ;b. Alkalis (basa) : 7 < pH < 14 ; c. Asam : 0 < pH <
7.
Derajat keasaman suatu kolam ikan sangat
dipengaruhi oleh keadaan tanahnya yang dapat menentukan kesuburan suatu
perairan. Nilai pH asam tidak baik untuk budidaya ikan dimana produksi
ikan dalam suatu perairan akan rendah. Pada pH netral sangat baik untuk
kegiatan budidaya ikan, biasanya berkisar antara 7 – 8, sedangkan pada
pH basa juga tidak baik untuk kegiatan budidaya.
Nilai pH Pengaruh Umum 6,0 –
6,5
- Keanekaragaman plankton dan benthos menga sedikit penurunan
- Kelimpahan total, biomassa dan produktivitas tak mengalami perubahan 5,5 – 6,0
- Penurunan nilai keanekaragaman plankton danbenthos semakin nampak
- Kelimpahan total, biomassa dan produktivitas masih belum mengalami perubahan berarti
- Algae hijau berfilamen mulai nampak pada zonaliteral 5,0 – 5,5
- Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton dan benthos semakin besar
- Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan benthos
- Algae hijau berfilamen semakin banyak
- Proses nitrifikasi terhambat 4,5 – 5,0
- Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton dan benthos semakin besar
- Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan benthos
- Algae hijau berfilamen semakin banyak
- Proses nitrifikasi terhambat
Air kolam
yang pH nya bergoncang antara 4,5-6,5 masih dapat diperbaiki dengan
menambahkan kapur dalam jumlah yang cukup. Agar pH nya dapat dinaikan
menjadi 8,0 supaya pengaruh OH yang rendah bisa ditiadakan. Pada umumnya
pada pagi hari, waktu air banyak mengandung CO2, pH air rendah, pada
waktu sore hari air kehabisan CO2 untuk asimilasi pH air menjadi tinggi.
Kondisi pH ini akan sangat npenting artinya pada pengangkutan ikan
hidup secara tertutup dengan pemberian gas O2.
Pada pengangkutan ikan
hidup secara terbuka, kelebihan CO2 hasil pernafasan ikan yang diangkut
tidak jadi masalah, sebab CO2 itu senantiasa masih berkesempatan menjadi
seimbang dengan udara terbuka diatasnya, sehingga penurunan pH air
tidak akan terlalu buruk bagi ikan. Pada pengangkutan tertutup upaya
mencegah penurunan pH air dapat ditambahkan larutan buffer seperti
Na2HPO4 , sehingga pH yang sedianya akan turun dapat dicegah. Dengan
demikian waktu pengangkutan ikan dapat diupayakan lebih panjang.
Metode
penentuan pH air dapat menggunakan alat pH meter atau dengan menggunakan
kertas indikator pH. Di perairan asli, pergoncangan pH dari yang tinggi
ke pH rendah dapat disanggah oleh unsur calsium yang terdapat dalam air
asli itu sendiri. Apabila suatu perairan kadar calcium dalam bentuk
Ca(HCO3)2 cukup tinggi, maka daya menyanggah air terhadap pergoncangan
pH menjadi besar. Unsur Ca didalam air membentuk dua macam senyawa
yaitu:
1. Senyawa kalsium carbonat (CaCO3) yang tidak dapat larut
2. Senyawa kalsium bicarbonat atau kalsium hidrogen karbonat (Ca(HCO3)2) yang dapat larut dalam air.
Faktor yang menentukan
besar kecilnya kemampuan penyanggah pergoncangan asam (pH) adalah
banyaknya Ca (HCO3)2 di dalam air. Proses terjadinya penyanggahan asam
didalam air adalah sbb: Kalau dalam suatu perairan, CO2 terambil, maka
mula-mula pH air akan naik, akan tetapi pada saat yang bersamaan
Ca(HCO3)2 yang larut dalam air itu akan pecah menurut persamaan sebagai
berikut: Ca (HCO3)2 Ca CO3 + H2O + CO2 Sehingga dalam air itu terjadi
pembentukan CO2 yang baru, selanjutnya pH air mempunyai kecenderungan
untuk turun lagi. Berdasarkan proses tersebut diatas, kadar Ca yang
terkandung dalam air menjadi berkurang. Kalcium bikarbonat yang
terbentuk pada pemecahan itu akan mengendap berupa endapan putih didasar
perairan, pada daun-daun tanaman air dsb. Sebaliknya, apabila terbentuk
gas CO2 yang banyak didalam air maka mula-mula pH air mempunyai
kecenderungan untuk turun akan tetapi dengan segera gas CO2 yang
berkeliaran bebas itu akan diikat oleh CaC03 yang sulit larut dalam air
tadi. Menurut persamaan reaksi: CaCO + CO2 + H2O Ca (HCO3)2. Sehingga
jumlah CO2 bebasnya akan berkurang, akibatnya pH air mempunyai
kecenderungan untuk naik, sehingga kecenderungan pH untuk turun dapat
disanggah. Proses imbangan pH dapat dituliskan dengan reaksi sebagai
berikut : Ca (HCO3)2 CaCO3 + CO2 + H2O Jadi jumlah Ca (HCO3 )2 dalam air
merupakan salah satu unsur dari baik buruknya perairan sebagai
lingkungan hidup.
4. Bahan Organik dan Garam Mineral dalam Air
Mineral merupakan salah satu unsure kimia
yang selalu ada dalam suatu perairan, beberapa jenis mineral antara
lain adalah Kalsium (Ca), Pospor (P), Magnesium (Mg), Potassium (K),
Sodium (Na), Sulphur (S), zat besi (Fe), Tembaga (Cu), Mangan (Mn), Seng
(Zn), Florin (F), Yodium (I) dan Nikel (Ni). Diperairan umum mineral
yang diperlukan oleh phytoplakton senantiasa diperoleh dari pembongkaran
bahan-bahan organik sisa dari tumbuhan dan binatang yang sudah mati. Di
alam mineral tersebut berasal dari air yang masuk, atau adanya
penambahan pupuk buatan. Pembongkaran bahan organik dilakukan oleh jasad
renik yang terdapat didalam air. Pada menghendaki perairan yang pHnya 7
sedikit mendekati basa. Pembongkaran bahan organik ada yang dilakukan
secara anaerob (tidak memerlukan oksigen). Proses pembongkaran itu juga
dipengaruhi oleh suhu air.
Bahan organik yang larut didalam air belum
dapat dimanfaatkan oleh binatang air secara langsung. Bahan-bahan organik yang mengendap di
dasar perairan yang dangkal dapat dimakan secara langsung oleh berbagai
macam binatang benthos (binatang yang hidup didasar perairan) seperti
siput vivipar javanica, cacing tubifex, larva chironomaus dan
sebagainya. Bagian-bagian dari pada lumpur organik demikian yang tidak
dapat dicernakan, menyisa sebagai detritus di dasar perairan. Jumlah
bahan organik yang terdapat dalam suatu perairan dapat digunakan sebagai
salah satu indikator banyak tidaknya mineral yang dapat dibongkar
kelak. Bila suasana perairan anaerob, maka protein-protein yang menang
mengandung belerang dapat dibongkar oleh bakteri anaerob (diantaranya
adalah Bakterium vulgare). Hasil pembongkaran tersebut adalah gas
hidrogen sulfide (H2S) dan ditandai bau busuk, air berwarna kehitaman.
Gas itu merupakan limiting factor/ factor pembatas bagi kesuburan perairan. Kandungan H2S – 6 mg/ l sudah dapat membunuh ikan Cyprinus carpio dalam
beberapa jam saja.Untuk mencegah timbulnya H2S dalam kolam biasanya
kolam yang akan digunakan untuk budidaya ikan harus dilakukan pengolahan
tanah dasar dan pengeringan. Jenis gas beracun lainnya yang berasal
dari pembongkaran bahan organik adalah gas metana. Gas Metana ( CH4 )
adalah gas yang bersifat mereduksi dan dikenal sebagai gas rawa. Metana
itu timbul pada proses pembongkaran hidrat arang dari bahan organik yang
tertimbun dalam perairan. Hidrat arang dalam suasana anaerob mulamula
dibongkar menjadi asam-asam karboksilat. Bila suasana air tetap anaerob
maka asam-asam karboksilat direduksikan lebih lanjut menjadi Metana.
Bila gas Metana ini berhubungan dengan O2 dalam air sekelilingnya, maka
air itu akan berkurang O2, dan sebagai hasilnya timbullah gas CO2.
Pembongkaran dalam suasana anaerob juga dapat dilakukan oleh ragi
(Saccharomyces), hasil pembongkaran itu adalah alkohol dan lebih lanjut
lagi menjadi asam cuka (asam asetat ) oleh bakterium aceti. Kandungan
bahan organik dalam air sangat sulit untuk ditentukan yang biasa disebut
dengan kandungan total bahan organik (Total Organic Matter/TOM).
5. Nitrogen
Nitrogen di dalam perairan dapat berupa
nitrogen organik dan nitrogen anorganik. Nitrogen anorganik dapat berupa
ammonia (NH3), ammonium (NH4), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3) dan molekul
Nitrogen (N2) dalam bentuk gas. Sedangkan nitrogen organic adalah
nitrogen yang berasal bahan berupa protein, asam amino dan urea. Bahan
organik yang berasal dari binatang yang telah mati akan mengalami
pembusukan mineral yang terlepas dan utama adalah garam-garam nitrogen
(berasal dari asam amino penyusun protein). Proses pembusukan tadi
mula-mula terbentuk amoniak (NH3) sebagai hasil perombakan asam amino
oleh berbagai jenis bakteri aerob dan anaerob. Pembongkaran itu akan
menghasilkan suatu gas CO2 bebas, menurut persamaan reaksinya adalah: R.
CH.NH2. COOH +O2 R. COOH + NH3 + CO2 Berdasarkan reaksi kimia tersebut
dapat diperlihatkan bahwa kolam yang dipupuk dengan pupuk kandang/hijau
yang masih baru dalam jumlah banyak dan langsung ditebarkan benih ikan
kedalam kolam, biasanya akan terjadi mortalitas yang tinggi pada ikan
karena kebanyakan gas CO2 . Bila keadaan perairan semakin buruk,
sehingga O2 dalam air sampai habis, maka secara perlahan proses
pembongkaran bahan organik akan diambil oleh bakteri lain yang terkenal
ialah Nitrosomonas menjadi senyawa nitrit.
Reaksi tersebut sebagai berikut: 2NH3 + 3O2 2HNO2 + H2O.
Bila perairan tersebut cukup mengandung
kation-kation maka asam nitrit yang terbentuk itu dengan segera dapat
dirubah menjadi garam-garam nitrit, oleh bakteri Nitrobacter atau Nitrosomonas,
garam-garam nitrit itu selanjutnya dikerjakan lebih lanjut menjadi
garam-garam nitrit, reaksinya sebagai berikut: 2NaNO2+O2 2NaNO3
Garam-garam nitrit itu penting sebagai mineral yang diasimilasikan oleh
tumbuh-tumbuhan hijau untuk menyusun asam amino kembali dalam tubuhnya,
untuk menbentuk protoplasma itu selanjutnya tergantung pada nitrit,
phytoplankton itu selanjutnya menjadi bahan makanan bagi organisme yang
lebih tinggi. Nitrit tersebut pada suatu saat dapat dibongkar lebih
lanjut oleh bakteri denitrifikasi (yang terkenal yaitu Micrococcus denitrifikan),
bakterium nitroxus menjadi nitrogennitrogen bebas, reaksinya sebagai
berikut: 5 C6H12O0 + 24 HNO3 24 H2 CO3 + 6 CO3 +18 H2O +12 N2 Agar
supaya phitoplankton dapat tumbuh dan berkembang biak dengan subur dalam
suatu perairan, paling sedikit dalam air itu harus tersedia 4 mg/l
nitrogen (yang diperhitungkan dari kadar N dalam bentuk nitrat), bersama
dengan 1 mg/l P dan 1 mg/l K. Bila kadar NH3 hasil pembongkaran bahan
organik di dalam air terdapat dalam jumlah besar, yang disebabkan
proses pembongkaran protein terhenti sehingga tidak terbentuk nitrat
sebagai hasil akhir, maka air tersebut disebut “sedang mengalami
pengotoran (Pollution)”.
Kadar N dalam bentuk NH3 dipakai juga
sebagai indikator untuk menyatakan derajat polusi. Kadar 0,5 mg/l
merupakan batas maksimum yang lazim dianggap sebagai batas untuk
menyatakan bahan air itu “unpolluted”. Ikan masih dapat hidup pada air
yang mengandung N 2 mg/l. Batas letal akan tercapai pada kadar 5 mg/l.
Di perairan kolam nitrogen dalam bentuk amonia sangat beracun bagi ikan
budidaya, tetapi jika dalam bentuk amonium tidak begitu berbahaya pada
media akuakultur. Amonia yang ada dalam wadah budidaya dapat diukur dan
biasanya dalam bentuk ammonia total. Menurut Boyd (1988), terdapat
hubungan antara kadar ammonia total dengan ammonia bebas pada berbagai
pH dan suhu yang dapat dilihat pada Tabel 3.4. Pada table tersebut
memperlihatkan daya racun ammonia yang akan meningkat dengan
meningkatnya kadar pH dan suhu terhadap organisme perairan termasuk
ikan. Kadar amonia yang dapat mematikan ikan budidaya jika dalam wadah
budidaya mengandung 0,1 – 0,3 ppm. Oleh karena itu sebaiknya kadar
amonia didalam wadah budidaya ikan tidak lebih dari 0,2 mg/l (ppm).
Kadar amonia yang tinggi ini diakibatkan adanya pencemaran bahan organik
yang berasal dari limbah domestik, industri dan limpasan pupuk
pertanian.
6. Alkalinitas dan Kesadahan
Alkalinitas menggambarkan jumlah basa
(alkali) yang terkandung dalam air, sedangkan alkalinitas total adalah
konsentrasi total dari basa yang terkandung dalam air yang dinyatakan
dalam ppm setara dengan kalsium karbonat. Total alkalinitas biasanya
selalu dikaitkan dengan pH karena pH air ini akan menunjukkan apakah
suatu perairan itu asam atau basa. Alkalinitas juga disebut dengan Daya
Menggabung Asam (DMA) atau buffer/penyangga suatu perairan yang dapat
menunjukkan kesuburan suatu perairan tersebut. Sedangkan kesadahan
menggambarkan kandungan Ca, Mg dan ion-ion yang terlarut dalam air.
Berdasarkan Effendi (2000) Nilai alkalinitas berkaitan jenis perairan
yaitu perairan dengan nilai alkalinitas kurang dari sebagai perairan
lunak (Soft water), sedangkan perairan yang nilai alkalinatasnya lebih dari 40 mg/l CaCO3 disebut sebagai perairan keras (Hard water).
Perairan dengan nilai alkalinitas yang tinggi lebih produkstif daripada
dengan perairan yang nilai alkalinitasnya rendah. Menurut Schimittou
(1991), perairan dengan alkalinitas yang rendahm(misal kurang dari 15
mg/l) tidak diinginkan dalam akuakultur karena :
- Perairan tersebut sangat asam sehingga performansi produksi ikan (Kesehatan umum da kelangsungan hidup, pertumbuhan, hasil dan efisiensi pakan) dipengaruhi secara negatif.
- Produksi phytoplankton dibatasi oleh ketidakcukupan CO2 dan HCO3 yang cenderung menyebabkan rendahnya kelarutan oksigen dan bisa mengakibatkan kematian plankton.
- Pada tanah-tanah asam dapat menyerap fosfor yang akan mereduksi efek pemupukan pada tingkat produksi akuakultur sistem ekstensif, tingkat pemupukan ekstensif dan pemupukan intensif.
- Fluktuasi pada pH dan faktorfaktor yang berhubungan dapat menyebabkan ketidakstabilan mutu air yang dapat menyebabkan ikan stres.
- Pada tingkat pH yang ekstrem dapat menyebabkan kondisikondisi stres masam pada pagi hari dan kondisi stres alkalin pada senja hari. Untuk meningkatkan kandungan alkalinitas total pada kolam pemeliharaan ikan dapat digunakan kapur pertanian. Oleh karena itu dalam kolam pemeliharaan ikan sebelum digunakan dilakukan proses pengapuran dengan menggunakan beberapa jenis batu kapur yang disesuaikan dengan kualitas tanah dasar kolam pemeliharaan.
c. Sifat Biologi
Parameter biologi dari kualitas air yang
biasa dilakukan pengukuran untuk kegiatan budidaya ikan adalah tentang
kelimpahan plankton, benthos dan perifiton sebagai organisme air yang
hidup di perairan dan dapat digunakan sebagai pakan alami bagi ikan
budidaya. Kajian secara detail dari ketiga aspek tersebut akan dibahas
pada Bab 6. Kelimpahan plankton yang terdiri dari phytoplankton dan
zooplankton sangat diperlukan untuk mengetahui kesuburan suatu perairan
yang akan dipergunakan untuk kegiatan budidaya. Plankton sebagai
organisme perairan tingkat rendah yang melayang-layang di air dalam
waktu yang relatif lama mengikuti pergerakan air.
Plankton pada umumnya
sangat peka terhadap perubahan lingkungan hidupnya (suhu, pH, salinitas, gerakan air, cahaya
matahari dll) baik untuk mempercepat perkembangan atau yang mematikan.
Berdasarkan ukurannya, plankton dapatdibedakan sebagai berikut :
1. Macroplankton (masih dapat dilihat dengan mata telanjang/ biasa/tanpa pertolongan mikroskop).
2. Netplankton atau mesoplankton (yang masih dapat disaring oleh plankton net yang mata netnya 0,03 – 0,04 mm).
3. Nannoplankton atau microplankton
(dapat lolos dengan plankton net diatas). Berdasarkan tempat hidupnya
dan daerah penyebarannya, plankton dapat merupakan :
- Limnoplankton (plankton air tawar/danau)
- Haliplankton (hidup dalam airmasin)
- Hypalmyroplankton (khusus hidup di air payau)
- Heleoplankton (khusus hidup dalam kolam-kolam)
- Petamoplankton atau rheoplankton (hidup dalam air mengalir, sungai)
d. Bakteri
Sudjarwo, (2007) Pada ekosistem perairan
alami bakteri memiliki peran sebagai reduktor/dekomposer yang mengontrol
proses komponen organik misalnya polimer protein atau karbohidrat
menjadi senyawa yang lebih sederhana, secara umum bakteri berdasarakan
cara mendapatkan oksigen dibagi menjadi dua yaitu bakteri aerob dan
anaerob. Kelompok aerob memerlukan oksigen bebas dalam mengoksidasi
nutrien (misalnya glukosa) untuk memperoleh energi contohnya : Azotobacter, Nitrosomonas, Nitrococcus dan Nitrobacter.
Silalahi (2001), menyatakan dalam
kehidupan manusia bakteri mempunyai peranan yang menguntungkan dan
merugikan pada dunia akuakultur bakteri yang menguntungkan contohnya :Basillus spp, Nitrosomonas, Nitrobacter bakteri
tersebut berperan dalam proses dekomposisi bahan organik dasar tambak
dan berperan dalam proses nitrifikasi. Sedangkan yang merugikan
diantaranya adalah bakteri Vibrio harveyyi, V. alginolyticus, V. anguillarum, V. carchariae, V. cholerae, V. ordalii dan V. Vulnificus bakteri tergolong dalam bakteri gram negatif yang sangat merugikan khususnya bagi pembudidaya udang.
Pemberian pakan yang tidak terkontrol
mengakibatkan akumulasi limbah organik di dasar tambak sehingga
menyebabkan terbentuknya lapisan anaerob yang menghasilkan H2S. (Efendi 2004 dalam Heriati, 1998). Akibat akumulasi H2S
tersebut maka bakteri patogen oportunistik, jamur, parasit, dan virus
mudah berkembang dan memungkinkan timbulnya penyakit pada udang
(Tompo1993 dalam Irianto, 2003).
Pada umumnya perlakuan tentang limbah
organik selama ini adalah dengan pengeringan dan penambahan kapur.
Pengeringan dasar tambak pada umumya dilakukan untuk mempercepat
degradasi limbah organik. Sedangkan pengapuran bertujuan untuk
menetralkan keasaman dari aktifityas mikrobial (Antony, 2006).
Akhir-akhir ini penggunaan bioteknologi yang dinamakan bioaugmentation
mendapat perhatian yang tinggi karena merupakan pendekatan yang ramah
lingkungan untuk meminimalkan degradasi lingkungan. Beberapa spesies
bakteri Basillus, Pseudomonas, Acinetobacter, Cellulomonas, Rhodoseudomonas, Nitrosomonas, dan Nitrobacter yang diketahui dapat membantu proses mineralisasi limbah organik (Heriati, 1998).
Tujuan dari aplikasi bioaugmentasi pada
dasar tambak dapat mempercepat dekomposisi limbah organik (Antony,
2006). Jumlah total bakteri yang mendukung bagi budidaya udang windu
sebesar 106 cfu/ml sedangkan kandungan bakteri pathogen (vibrio) sebesar 103 cfu/ml. Jika total bakteri lebih dari 106 cfu/ml dan total vibrio rendah kurang dari 103 cfu/ml secara mikrobiologi kondisi air cukup aman bagi budidaya.
B. Pengukuran Kualitas air Budidaya Ikan
Parameter kualitas air yang
dapatdigunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan di Indonesia
sudah dibuat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
1990, tanggal 5 Juni 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air. Dalam
peraturan tersebut dibuat kriteria kualitas air berdasarkan golongan
yaitu Golongan A adalah kriteria kualitasair yang dapat digunakan
sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu,
Golongan B adalah kriteria kualitas air yang dapat digunakan sebagai air
baku air minum, Golongan C adalah kriteria kualitas air yang dapat
digunakan untuk keperluan Perikanan dan Peternakan, Golongan D adalah
kriteria kualitas air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian,
dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri dan pembangkit
listrik tenaga air.
Referensi :
https://defishery.wordpress.com/2011/03/09/uu-perikanan/
Komentar
Posting Komentar